Welcome

Bismillah ar-rahman ar-rahim
Assalamualaykum wr wb

Site ini berisi tentang prinsip universal dalam mengejar kekayaan,
diambil dari buku "Running to Riches" karya Didik Wijaya

Selamat membaca

Note: Cara membacanya anda bisa lihat dari categori
bagi yang ingin memiliki bukunya bisa di cari di toko buku di kota anda
bagi yang ingin membeli secara online. silakan hubungi www.escaeva.com
bagi yang ingin mendownload silakan klik disini

Thursday, May 1, 2008

Running To Riches BAB 15

Bismillah ar-rahman ar-rahim

Running To Riches

BAB 15
APAKAH ANDA
BAHAGIA?

It’s pretty hard to tell what does bring happiness. Poverty an’ wealth have both
failed.
- Kin Hubbard


“Apakah Anda sudah memiliki lebih banyak uang daripada dahulu?” Anda akan
bisa menjawab pertanyaan ini dengan mudah. Tetapi jawab pertanyaan ini.
“Apakah Anda lebih bahagia sekarang?”
Ada kabar buruk untuk Anda. Kebahagiaan dan kekayaan tidak berjalan seiring.
Kebahagiaan juga tidak berbanding lurus dengan kekayaan yang dimiliki.
Banyak orang beranggapan, “Jika saya kaya, maka saya akan bahagia”. Buang jauhjauh
mitos tersebut. Money can’t buy everything. Kelihatannya semua yang ada di
dalam hidup ini harus dibeli dengan uang. Mau buang air saja harus membayar.
Mau menghirup udara bersih harus membeli oksigen kalengan. Minimal masih
ada sinar matahari yang gratis untuk semua orang. Masih ada lagi yang tidak
bisa dibeli dengan uang yaitu kebahagiaan. Anda dapat saja membeli semua
barang yang Anda inginkan. Dalam sekejap Anda bisa merasakan kebahagiaan
– walaupun semu – yang setelah itu hilang. Kebahagiaan sejati ada dalam hati.
Ada dalam pikiran. Walaupun Anda memiliki duit segudang, kalau Anda tidak
bahagia, ya tetap tidak bahagia.
Namun walaupun banyak orang tahu bahwa tidak ada satu hubungan yang dekat
antara kekayaan dan kebahagiaan, orang tetap berusaha mencari kekayaan. Orang mencari kekayaan karena mereka berpikir persoalan mereka akan terselesaikan
dengan uang. Fenomena ini disebabkan oleh adanya reference anxiety. Gregg
Easterbrook menerangkan hal ini dalam bukunya The Progress Paradox.
Tukang Batu
Suatu ketika ada seorang tukang batu yang tidak puas dengan dirinya dan
hidupnya. Suatu hari ia melewati rumah pedagang kaya. Lewat gerbang yang
terbuka, ia melihat banyak barang-barang indah dan tamu-tamu penting. “Pasti
pedagang itu sungguh hebat,” pikir tukang batu. Ia menjadi iri dan ingin bisa seperti
pedagang itu.
Betapa terkejut dirinya, tukang batu tiba-tiba berubah menjadi pedagang,
menikmati kekayaan dan kekuasaan yang tidak pernah ia bayangkan, dan
semua orang iri padanya. Tidak lama kemudian seorang pejabat tinggi lewat,
ditandu di atas kursi mewah, diiringi bawahannya dan dikawal oleh pengawal
yang membunyikan gong. Setiap orang, termasuk orang kaya sekalipun harus
menunduk pada waktu pejabat itu lewat. “Sungguh hebat pejabat itu !” pikirnya.
“Aku ingin menjadi pejabat tinggi !”
Kemudian ia menjadi pejabat tinggi, ditandu kemanapun ia mau pergi, ditakuti
dan dibenci oleh semua orang. Hari itu sangat panas, jadi sangat tidak nyaman
ditandu. Ia melihat ke atas, ke matahari. Matahari tetap bersinar dengan terik
tidak terpengaruh oleh kehadirannya. “Sungguh hebat matahari !” pikirnya. “Aku
ingin menjadi matahari !”
Lalu ia menjadi matahari, bersinar terik pada semua orang, mengeringkan
sawah, disumpahi oleh petani dan pekerja. Tetapi kemudian awan besar hitam
menutupinya sehingga sinarnya tidak dapat sampai ke bumi. “Sungguh hebat
awan itu,”pikirnya. “Aku ingin menjadi awan !”
Lalu ia menjadi awan, membuat banjir seluruh sawah dan desa, dibenci oleh
semua orang. Tetapi ia mendapati dirinya didorong oleh suatu kekuatan, dan
ia sadar bahwa itu adalah angin. “Sungguh hebat angin,” pikirnya. “Aku ingin
menjadi angin !”
Kemudian ia menjadi angin, membawa terbang atap rumah, mengangkat
pohon, ditakuti dan dibenci oleh semua yang ada di bawahnya. Tetapi setelah
beberapa waktu, ia melihat sesuatu yang tidak bisa digerakkannya, seberapa
kuat dihembusnya – yaitu sebuah batu yang sangat besar. “Sungguh hebat batu itu
!” pikirnya. “Aku ingin menjadi batu !”
Lalu ia menjadi batu besar. Lebih kuat dari apapun di dunia. Tetapi saat ia menjadi
batu, ia mendengar suara palu sedang mengenai permukaan yang keras, dan ia
merasa dirinya sedang dipalu. “Apa yang lebih kuat dariku ?” pikirnya.
Ia melihat ke bawah dan melihat di bawah sana ada seorang tukang batu.
Di era informasi sekarang ini, kesejahteraan makin terlihat dengan adanya media
dan menimbulkan keinginan lebih. Pada saat Anda belum memiliki mobil, Anda
ngiler melihat mobil dan membatasi diri Anda untuk memiliki mobil yang paling
murah. Namun di saat Anda sudah memiliki mobil itu dan duduk di belakang
setirnya, Anda memiliki keinginan lebih untuk memiliki mobil yang lebih baik.
Mobil yang sekarang adalah kondisi “normal” Anda sekarang. Ketika Anda
merasa mendekati garis finish, seringkali Anda akan merasa bahwa garis finish
tersebut malah semakin jauh.
Kebahagiaan bukan sesuatu yang serta merta terjadi pada kita, tetapi sesuatu yang
diciptakan. Kunci kebahagiaan tidak terletak pada apa yang belum kita miliki,
tapi apa kita bisa menikmati apa yang kita miliki sekarang. Orang yang selalu
ingin memiliki selalu berusaha mencapai apa yang ia belum punya, sehingga
selalu ada kesenjangan. Kesenjangan inilah yang menimbulkan perasaan tidak
pernah puas. Orang seperti ini tidak pernah mengenal kata cukup, selalu
mengejar kekayaan. Di kepalanya tercetak, uang adalah segalanya. Sebaliknya
orang yang menikmati, menfokuskan pikirannya pada apa yang sudah ia miliki. Ia
mensyukuri apa yang ia punya. Banyak ataupun sedikit. Semakin ia mensyukuri,
semakin mudah ia menikmati. Pada akhirnya akan melahirkan perasaan aman,
tentram, dan bahagia. Apabila orang tidak pernah bisa menikmati, seberapapun
banyaknya harta tidak akan membuat ia bahagia.
Bagaimana kita mensyukuri apa yang sudah kita miliki? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana. Ada di dalam pikiran Anda sendiri. Kalau kita melihat, rumput
tetangga pasti lebih hijau, di atas langit masih ada langit. Yang terpenting adalah
bagaimana Anda melihat apa yang Anda miliki. Ada gelas terisi setengahnya
dengan air. Apa yang Anda lihat pada gelas itu? Gelasnya setengah penuh atau
setengah kosong? Apabila gelasnya terisi penuh, apa yang Anda lihat? Apakah
gelasnya sekarang terlalu kecil - Enough is never enough? Anda tidak perlu
menjadi kaya untuk menjadi bahagia. Semuanya ada di pikiran Anda, tergantung
bagaimana Anda melihatnya. Apakah Anda melihatnya dengan kacamata gelap
atau kacamata terang. Dale Carnegie mengingatkan bahwa kebahagiaan tidak
bergantung pada siapa Anda dan apa yang Anda miliki. Kebahagiaan sepenuhnya
bergantung pada apa yang Anda pikirkan.
Seorang yang sangat kaya meminta Guru Zen untuk menulis nasihat yang bisa
memajukan kesejahteraan keluarganya selama beberapa generasi di masa depan.
Di atas kertas, Guru Zen menulis, “Ayah mati, anak mati, cucu mati.” Orang kaya
tersebut menjadi marah ketika melihat tulisan itu. “Saya meminta Guru untuk
memberi nasihat yang bsia memberi kebahagiaan dan kesejahteraan untuk keluargaku.
Mengapa Guru menuliskan hal yang menyedihkan seperti ini ?” “Jika anakmu mati
sebelum dirimu mati,”Guru Zen menjawab,”hal ini akan memberikan kesedihan
mendalam bagi keluargamu. Jika cucumu mati sebelum anakmu mati, ini juga akan
membawah kesedihan. Jika keluargamu, generasi demi generasi, mati dalam urutan yang
telah aku tuliskan, inilah kebahagiaan dan kesejahteraan yang sejati.”
Dari cerita di atas, kebahagiaan pada akhirnya sama sekali tidak menyinggung
tentang uang. Daripada kita sepenuhnya berkutat pada kekayaan Anda, kita
seharusnya berpikir tentang hidup kita selanjutnya, kesehatan, kehidupan
spiritual, hubungan dengan teman, saudara, pasangan, mengerjakan apa yang
Anda sukai. Mungkin hal inilah yang bisa membuat Anda bahagia.
Bagaimanapun Andalah pelarinya. Andalah yang menentukan tujuannya. Andalah
yang menentukan jalan kebahagiaan Anda sendiri.

0 comments:

  © Blogger template 'A Click Apart' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP  

User-Agent: * Allow: /